Wakatobi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Wangi-Wangi (Wanci). Sebelumnya Wakatobi lebih dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi, hingga akhirnya dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2003, tanggal 18 Desember 2003 menjadi daerah otonom kabupaten.
Ini adalah kali pertama perjalanan saya ke Wakatobi, Wangi-wangi. Mewakili komunitas Taman Baca Hayluz (TBH) dan menjadi bagian dari Sukarelawan Hijau Baubau (SHB). Saya bersama Agus Muliadi, sekretaris umum SHB, bermaksud mengikuti kegiatan Jambore Konservasi Waktobi (Jakorwa) 2019.
Tiba di dermaga Wanci Rabu (15/03/19), kami disambut gerimis. Kondisi demikian sempat membuat kami khawatir kesulitan menuju ke desa Kolo, pulau Kapota, Wangi-Wangi Selatan. Terlebih karena sehari sebelumnya, Wanci sempat didera hujan deras. Sehingga akan menyulitkan bila harus menyeberang ke desa Kolo menggunakan perahu.
Setelah sempat rehat di rumah salah seorang teman, kami menyempatkan jalan-jalan di kota. Kami menyaksikan bagaimana aktivitas penduduk kota dengan membandingkan cerita orang-orang. Menurut penduduk sekitar, Wangi-Wangi yang merupakan bagian wilayah terdalam Kabupaten Wakatobi mengalami perkembangan cukup pesat dari berbagai sektor. Dermaga ferry yang aktif setiap hari menjadi salah satu gerbang arus keluar masuk masyarakat.
Dilansir dari catatan BPS secara topografi, Wangi-Wangi memiliki luas 241,98 km² dari total luas wilayah Wakatobi 823 km². Sementara jumlah penduduk Waktobi hingga tahun 2017 berjumlah 33.578 jiwa.
Kebanyakan penduduk Wangi-Wangi menempati daerah pesisir pulau. Dengan tersedianya fasilitas jalanan aspal mengelilingi pulau, memudahkan warga mengakses setiap tempat menggunakan kendaraan, termasuk bandara yang terletak di sebelah utara pulau.
Pertumbuhan penduduk khusus di daerah Wangi-Wangi banyak ditopang dari sektor pertanian, pariwisata, dan perdagangan. Dengan perkembangan itulah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam dan luar negeri untuk berkunjung ke Wangi-Wangi dan kawasan wilayah Waktobi lainnya.
Menurut La Ode Muhammad Sarfil, wakil ketua panitia Jakorwa 2019, perkembangan daerah Wakatobi saat ini tentu membawa dampak positif bagi penduduk. Sektor-sektor usaha masyarakat menjadi bergerak dan terdorong. Sayangnya, lanjut Sarfil, perkembangan ini juga membawa dampak negatif bila tidak dicegah dan dipelihara.
"Salah satu akibatnya adalah seekor paus sperma yang ditemukan mati dan membusuk di pesisir pantai Kapota Utara 2018 lalu. Hal ini dikaitkan dengan isu lingkungan karena di dalam tubuh bangkai paus itu ditemukan banyak sampah plastik," jelas Sarfil.
Dengan adanya insiden itu, tentu menggegerkan warga nasional maupun internasional. Terlebih karena Wakatobi telah ditetapkan sebagai kawasan taman nasional sejak tahun 1996. Sehingga bukan tidak mungkin, bila sampah yang dituding menjadi alasan matinya paus sperma itu juga dapat ikut merusak biosfer di sekitar Wakatobi.
Peningkatan produksi sampah dewasa ini utamanya merupakan akibat dari pertumbuhan penduduk suatu daerah. Yang mirisnya adalah ketika kondisi itu tidak menjadi perhatian warga sekitar. Sehingga bukannya mendukung, malah bisa merusak sejumlah sektor bila dampak buruknya meluas.
Berangkat dari kondisi inilah, sejumlah pemuda masyarakat Wakatobi dari beberapa latar belakang memikirkan upaya antisipatif. Berawal dari kegiatan diskusi dan ngopi bersama di Huma La Kapala Resort, dicanangkanlah Jakorwa 2019 ini.
Bagi Sarfil, Jakorwa 2019 adalah sebuah prestasi karena buah ide tersebut disambut masyakat dan didukung oleh pemerintah. Tidak hanya itu, apresiasi juga datang dari Balai Taman Nasional Wakatobi, Generasi Pesona Indonesia (GenPI), World Wide Fund (WWF) Indonesia, dan beberapa pihak yang ikut terjun langsung dalam kegiatan.
Jakorwa 2019 dicanangkan berlangsung selama tiga hari tiga malam, di desa Wisata Kolo, pulau Kapota. Jumlah peserta ditargetkan sebanyak 500 peserta dari berbagai instansi dan komunitas. Karena diharapkan dari kegiatan ini akan diteruskan oleh setiap peserta dalam mengupayakan menjaga lingkungan sekitar.
"Kami sangat optimis Jakorwa 2019 menjadi titik awal kesadaran masyarakat pada lingkungannya masing-masing, khususnya yang berdomisili di Wakatobi," ujar Sarfil.
Untuk diketahui, Jakorwa 2019 mengusung tema "Biosfer Bersih, Manusia Sehat", dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, dan apresiasi manusia terhadap biosfer yang rusak akibat ulah manusia.