March 11, 2012

Ketakutanku Hari Ini

Hari ini, 12 Maret 2012. Tepat di hari aku berusia 21 tahun. Usia yang cukup produktif bagi anak lelaki seperti aku. Meskipun aku sekarang masih bersekolah (kuliah) dan tinggal jauh dari dari orangtua yang sudah kulewati selama delapan tahun lebih, tapi itu belum menjamin bahwa aku sudah mampu hidup mandiri, dalam artian menghidupi diri sendiri. Karena sampai sekarang aku masih meminta tunjangan uang bulanan dari orangtuaku.


Sejak menginjak bangku kuliah, aku sudah mulai berpikir untuk mencoba mencari uang sendiri setidaknya yang bisa menambah uang jajanku agar aku tidak perlu meminta uang banyak pada orangtua. Jujur saja, uang tunjangan yang kuminta tiap bulannya rata-rata sekitar satu juta rupiah. Itupun bisa lebih kala kebutuhan dan hasrat untuk berbelanja mencapai klimaks seperti buku, properti, dan makanan ringan. Kadang juga uangku banyak habis di organisasi.


Satu hal yang sering membuatku tidak enak setiap kali meminta uang pada Ibu (kebetulan Ibu adalah manager keuangan di keluarga), Ibu selalu bertanya apakah uang yang saya minta sejumlah satu juta itu masih kurang. Dalam hati aku bertanya, memang uang satu juta itu tidak cukup banyak/besar untuk dihabiskan dalam kurun waktu satu bulan. Apalagi saat ini aku tinggal di rumah sendiri, tidak sewa rumah kost. Artinya alokasi primer uang bulananku hanya untuk makanan, buku, dan bensin serta pulsa, selain itu mungkin kebutuhan sekunder.
Terkadang aku coba membandingkan dengan kebutuhan keuangan teman-teman kampusku. Aku pernah bertanya pada beberapa teman kuliahku yang tinggal di rumah kost tentang berapa besar uang bulanan yang mereka minta pada orangtua mereka masing-masing. Lantas aku menanyakan pada mereka, ‘apakah uang satu juta itu cukup banyak untuk setiap bulan?’ Kebanyakan mereka menjawab iya. Bahkan ada beberapa dari mereka mengatakan bahwa uang yang mereka gunakan tiap bulannya hanya sekitar 500 ribu rupiah, setengah dari uang yang kupakai tiap bulan.
Pikiranku semakin terbebani di saat aku mulai menginjak usia 21 tahun ini, apalagi sekarang aku sudah berada di semester enam dan tidak tidak lebih dari setahun lagi aku harus mulai memikirkan penelitian dan penyusunan skripski kuliah untuk meraih gelar sarjana. Bila Allah SWT menghendaki, tidak cukup dua tahun aku sudah bisa melepas jas mahasiswaku, yang artinya aku sudah harus siap untuk mencari kerja sendiri dan mendapatkan uang setidaknya untuk diri sendiri.
Selain itu, pikiranku juga terbebani dengan statusku sebagai anak pertama yang dalam status kultur budaya bahwa anak pertama, laki-laki, adalah tulang punggung utama bagi keluarga ketika dia sudah dewasa. Parameter seperti ini yang selalu membuatku merasa bodoh, kecil, tidak berguna, karena aku seorang anak pertama, laki-laki, dan sudah hampir lewat empat tahun dari usia dewasaku yakni 17 tahun, tetapi aku masih saja membebani orangtua dengan semua kebutuhan pribadiku.
Aku selalu saja membebani pikiranku dan pikiranku selalu saja membebani langkahku. Aku bukanlah seorang pemimpi hebat yang bercita-cita menjadi orang besar, menjadi hartawan, atau menjadi orang yang sukses, karena menurutku itu hanya impian kosong yang selalu ditanamkan oleh orangtua, guru, maupun lingkungan sejak aku masih kecil. Memang bermimpi itu bagus, tapi di usiaku seperti ini sudah kurang baik untuk bermimpi. Ironisnya, aku melihat kebanyakan remaja yang hanya bermimpi hari ini tapi esoknya mereka belum mau mencoba untuk meraih mimpi mereka. mungkin saja aku termasuk dalam kelompok mereka.
Aku takut! Aku benar-benar takut!!!
Aku takut bila yang kulakukan dan kuusahakan hari ini bukanlah langkah untuk bisa meraih apa yang aku inginkan. Apa yang aku impikan. Kenyataannya, aku bukanlah orang yang hebat dalam akademik, aku juga bukan seorang yag hebat dalam organisasi. Atau dalam hal romantika, aku belum pernah pacaran dengan seorang wanita pun, meskipun aku sempat dekat dengan beberapa teman wanita. Kata Ibu, aku sebaiknya tidak pacaran dulu dan memang aku belum mau menerima “tanggung jawab memikirkan” seorang pacar. aku juga bukanlah seorang kakak yang hebat untuk ketiga adik kandungku dan adikku yang lain. Aku hanya bukanlah siapa-siapa!
Siapapun, kau perlu tahu bahwa aku bukan seorang novelis, cerpenis atau penyair yang mampu menyusun kegelisahan hidupku menjadi kata-kata sedih nan syahdu, tapi aku hanyalah seorang lemah yang senang mengeluh tentang hidupku hari ini. Aku ingin suatu saat kumpulan kertas tentang coretan keluh kesahku dapat kukumpulkan kembali lalu kubakar menjadi sulutan api kecil yang bisa menemani di dudut kamarku yang gelap dan pengap sembari menunggu malaikat pencabut nyawa datang.
Terlalu banyak dosa yang kulakukan hari ini. Terlalu banyak salah yang kubuat saat ini. Hati dan perasaan orang-orang pun banyak yang kukecewakan. Amanah dan janji banyak yang kulanggar. Tanggung jawab kuabaikan. Tugas kularikan. Uang-uang orang kukorupsi dan kumakan. Mestikah aku meminta waktu lagi untuk mempersiapkan diri sebelum ajal menjemput?
Seorang sastrawan muda yang wafat di usia muda pernah berkata, “Orang yang paling beruntung adalah orang yang tidak pernah dilahirkan di dunia; yang kedua adalah orang yang dilahirkan lalu mati muda; dan yang tersial adalah yang dilahirkan lalu mati tua.
Mungkin aku juga ingin seperti dia. Meskipun sekarang aku sudah dilahirkan paling tidak aku ingin mati muda dari pada mati tua tetapi hanya menyusahkan keluarga dan tidak mampu berkarya serta berdedikasi untuk diri sendiri, keluarga, agama dan negara...

Makassar, 12 Februari 2012

No comments:

Post a Comment